Sahabatku , I Love
You
Langkah
kakiku seketika terhenti, dadaku tiba-tiba merasakan sakit yang luar biasa,
airmata perlahan membasahi pipiku , sekujur tubuhku gemetaran , seperti ada
sesuatu yang berjalan dalam darahku, sakit. Melihat orang yang ku cintai sedang
memeluk wanita lain.
Aku
mengurungkan niatku untuk menemuinya dan memberi kado ini untuknya , setelah
kejadian yang ku lihat tadi. Aku merasa bahwa dia memang tak membutuhkanku
dihari ulang tahunnya, yang dia butuhkan adalah wanita itu.
***
Aku
duduk disebuah bangku bercat putih di pojok taman. Ku letakkan kado itu
disampingku, sambil terus aku memandanginya, teringat sebulan terakhir ini aku
berhemat demi untuk bisa memberinya kado yang terbaik, tapi semua semangat
perjuanganku sirna seketika.
Tuhan mengerti apa yang aku butuhkan sekarang, hujan ! Ya
, hujan. Agar airmata ini tak terlihat oleh siapapun . Hujan turun dengan
derasnya , sedikitpun aku tak bergeming dari tempat ini, berharap dia datang
menemuiku, membuka kado dariku , dan kita mengahbiskan hari di hari terakhir
ini bersama. Sebelum aku pindah keluar kota, dan tak akan pernah muncul di
hidupnya lagi.
Hampir satu jam aku berada disini , tubuhku tak kuat lagi
untuk menahan dinginnya terpaan hujan, mulut yang mulai membiru , dada yang
semakin terasa sakit. Aku tak bisa merasakan apapun.pingsan.
***
“Aku dimana ?” kalimat
pertama yang keluar dari mulutku saat aku tersadar dari pingsan
“Di rumah gue.”
“Putra ?”
“Iya , gue. Ngapain lo
hujan-hujanan di taman sendirian ?”
“Gue….”
“Gak sengaja gue lewat
situ , gue lihat ada cewek terbaring , gue samperin , eh gue lihat ternyata itu
lo. Dengan kondisi badan sedingin es.”
“Gue nunggu….”
“Aldo ?”
“Kok lo tau?”
“Siapa lagi yang lo
tunggu selama ini selain dia, siapa lagi yang bisa bikin lo gila kayak gini
kalau bukan dia ?”
Aku hanya terdiam.
Putra mengetahui semuanya, semua perasaanku terhadap aldo. Putra sahabatku, dan
aldopun juga sahabatku, sahabat yang aku cintai.
“Kadonya mana ?” aku
menanyakan keberadaan kado itu.
“Kado apa ? masih di
taman kali.”
“Gue harus ambil kado
itu.” Aku mencoba bangkit dari kursi , namun rasa sakit ini menghampiri lagi ,
yang membuatku terjatuh menimpa putra.
“hissh , kondisi lo
masih kayak gini, masih mau maksa jalan. Loe berdiri aja gak kuat. Udah gak
usah kembali ke taman, biarin tuh kado diambil orang.”
“Gak bisa put, gue
harus ambil dan ngasih itu ke aldo.”
“Rin , denger gue.
Cukup ya lo selama ini sakit gara-gara aldo, gue gak bisa lihat lo kayak gini
terus rin.”
“Put plis. Kalau gitu anterin
gue kesana , gue sama lo , gue gak sendirian .” aku mencoba merayu putra agar
mau mengantarkanku ke taman , kalau dia tidak mengizinkan aku pergi kesana
sendiri.
“Gak rin , enggak akan
. Gue anterin lo pulang aja.”
“Put plis, ke taman ,
bukan ke rumah gue.”
“Karina , gue bilang
gak ya gak.”
Aku menangis sambil
memandang putra, dia hanya diam dan langsung memelukku.
“Rin , udah rin , udah.
Lupain aldo rin , lo udah gue anggep kayak adek gue sendiri, gue sayang lo rin.
Gue gak sanggup lihat lo tersiksa.”
***
Akhirnya putra benar-benar mengantarku pulang , dia tetap
tidak mau mengantarku ke taman. Sepanjang perjalanan aku hanya diam dan
melamun, sedangkan putra asik nyetir fortunernya sambil dengerin lagu-lagunya
Sheila on 7 band favoritnya.
“Lo berangkat ke riau
kapan ?”
Aku masih diam
“Rin , karina.” Sambil
melambai-lambaikan tangannya di depan wajahku.
Aku kaget, lamunanku
buyar.
“Eh iya apa ?”
“Karina plis deh. Gue
itu tanya lo berangkat ke riaunya kapan ?”
“Em … besok put.”
“Apa ?” putra sangat
terkejut, sampei-sampei dia berhenti mendadak.
“Gila ya lo put ?
berhenti mendadak gini.”
“Ma’af , ma’af. Gue
kaget , kenapa cepet banget ?”
“Bukannya dari seminggu
yang lalu gue udah bilang ya ? kalo gue berangkatnya besok.”
“Eh emang iya ?” Tanya
putra dengan ekspresi bingung.
“Ih lo ni pikun di
piara.”
“Hehe , biarin.”
Aku hanya tertawa
kecil,
“Nah gitu dong senyum.
Jangan cemberut melulu.” Goda putra
***
Sampai di depan gerbang rumahku, putra turun terlebih
dahulu, dan membukakan pint mobil buatku.
“Idih kesambet setan
apa lo ?” tanyaku heran melihat tingkah putra yang tak biasa
“Sekali-sekali lah
bukain pintu mobil buat nona karina.”
“Sekali seumur hidup
nih ? haha, besok kesini lagi ya, bantuin beresin barang-barang. Sekalian anterin
aku ke bandara. Ayah sama mama naik pesawat entar sore, akunya besok siang.
Mengerti tuan putra ?”
“Siap bos karina. Ya
udah gue cabut dulu. Bye”
“Bye.”
“Eh lo gak sendirian
dirumah kan ?”
“Ada bulek gue , kenapa
?”
“Oh syukurlah kalo
gitu, gue jadi gak khawatir lo digondol wewe gombel.”
“Wong edan , udah
pulang sana.”
“Haha, iya ya bye”
Putra langsung tancap gas dan melesat bersama
fortunernya.
***
“Assalamualaikum
bulek.”
“Eh uda pulanh nduk ,
darimana aja ?”
“Dari rumah temen
bulek.”
“Kok rambutnya basah
begini ?” sambil memegang rambutku.
“Oh tadi sempet
kehujanan bulek.”
“Oalah , ya udah ndang
makan sana. Udah bulek masakin cap cai kesukaanmu.”
“Hehe, makasi bulek.
Kalo aku udah di riau gak ada lagi yang masakin aku cap cai, mama mana bias masak
cap cai seenak masakan bulek.” Aku tidak sekedar memuji, itu memang kenyataan ,
cap cai buatan bulek emang tiada tandingannya.
“Oh ya, besok
pesawatnya jam berapa nduk ?”
“Jam 2 siang bulek.
Kenapa ?”
“Bulek gak bisa anter
ya nduk , ma’af, ada acara pertemuan wali murid di sekolah reni.”
“Oh iya bulek ndak
apa-apa.”
***
Aku beranjak ke kamar, merebahkan tubuhku sejenak. Sambil
memandang foto-fotoku bersama teman-temanku, putra, dan sahabat yang ku cintai
yaitu aldo. Masih ada 3 bingkai foto disana, sedangkan yang lain udah aku
masukkan dalam kardus , untuk aku bawa ke riau besok. Ada foto waktu di air
terjun, waktu di pantai, bahkan di dalam taksi sekalipun . foto berdua sama
putra , dan berdua bersama aldo ? tidak, aku tidak pernah foto hanya berdua
dengannya, entah mengapa, aku tak pernah berani meminta berfoto berduan
dengannya.
Aku
merobek fotoku yang bersama aldo , aku sisakan tinggal kami berdua . kembali
airmataku tak tertahan saat aku memandangi wajah aldo lewat foto itu.”Kapankah
kau akan mengerti do ? sebelum semuanya terlambat, mulai besok kita tak akan
bertemu lagi.” Ucapku dalam hati.
***
Tin…tin…aku yang sedang asik duduk di teras rumah terkejut
dengan suara klakson mobil. Aku mendongak, ku lihat fortunernya putra, dan cr-v
di belakangnya , mobil siapa itu ?.
“Hai put. Pagi bener ?”
sapaku pada putra
“Iya nih, yuh gara-gara
pasukan gue yang ngajak cepet-cepet kesini”
“Pasukan ?” tanyaku
kebingungan
Keluarlah 3 cewek dari cr-v itu, yang ternyata itu
nia,ami, dan fita.
“Haha, mereka toh
pasukanmu?” aku terbahak
“Idih amit-amit jadi
pasukannya dia.” Ami mencibir
“Ya udah yuk masuk.
Sarapan bareng sini.” Aku mengajak mereka berempat masuk.
“Bulekmu mana rin?”
Tanya putra
“Pagi-pagi tadi setelah
bikin sarapan buat gue , bulek langsung cabut.”
Putra hanya mengangguk
“Kok cepet banget sih
rin lo pindahnya ? kenapa gak besok-besok aja.” Ucap nia
“Haha, mau gue juga
gitu ni, tapi yah mau gimana lagi. Ayah,mama udah disana.”
“Tapi kita ntar gak
bias anter kamu ke bandara, soalnya kita mau jenguk nyokapnya anita, dia juga
nitip salam buat lo.” Tambah fita
“Oh oke deh, kalian
kesini aja aku udah sueneng,”
“Kita bakalan kangen
banget sama omelan lo rin.” Ekspresi putra mendadak berubah sedih
“Iya rin, kita gak bias
jalan bareng lagi.” Ami ikutan nimbrung.
“Kok kalian gitu sih ?
jangan sedih dong, kalau liburan kan masih bias gue pulang kesini, atau kalian
yang jenguk gue di riau.
Kalau udah ngobrol gak kerasa sampai berjam-jam. Tapi
mereka tak sedikitpun menyinggung soal aldo, atau menanyakannya.
“Walah udah jam 10,
kita pamit dulu yah.”ucap nia
“Hem.. oke deh.”
Secara bersamaan mereka
bertiga, ami,nia, dan fita memelukku, sontak aku terdorong mundur.
“Jangan pernah bosen
sms kita, ato ngewall kita ya rin.” Terdengar jelas suara ami terbata-bata.
“Jangan khawatir.”
“Ya udah kita pamit ya
rin.” Lagi, ami memelukku
“Iya iya, udah jangan
sedih.”
Akhirnya mereka bertiga pergi, dan sekarang hanya ada aku
bersama putra.
“Lo ga pulang juga ?”
tanyaku pada putra.
“Gue kan mau nganter lo
smapek bandara entar. Gimana sih ?”
“Haha, oke deh tuan
putra.”
***
Satu
setengah jam lagi pesawat berangkat, sekarang aku udah mau berangkat ke bandara,
untuk mengantisipasi gangguan-gangguan di jalan yang mungkin saja terjadi.
“Listriknya udah
dimatikan semua?” Tanya putra memastikan
“Udah , tinggal lampu
teras sama gerbang ini aja.”
“Udah dikunci semuanya,
kamar lo, pintu belakang ?”
“Udah putra.”
Putra mengangkatkan koperku
masuk ke bagasi mobilnya.
“Langsung ke bandara?”
Tanya putra sebelum menginjak pedal gas fortunernya
“Eh enggak dong, ke
rumah bulek dulu nagsih kunci.”
Tanpa menjawab putra langsung menginjak pedal gas
fortunerya.
“Lewat taman biasanya
ya put.” Pintaku
“Ngapain ? aldo lagi ?”
“Terakhir put, berharap
bisa melihat wajahnya.”
“Baiklah , tapi kalau
gak ketemu dia , jangan nangis lagi ya.”
“Siap boss , hehe.”
Tuhan mendengar do’aku. Aldo sedang duduk di bangku
dimana diwaktu hari ulang tahunnya aku duduk disitu menahan sakit dan kehujanan.
Sedang apa dia disitu sendirian ?
“Put turun ya.”
“Turun aja kalau bias.”
Putra malah mengunci pintu mobilnya.
“Kok malah dikunci sih
? aku mau turun put, turun, aku mau menemui aldo.”
Putra tak mengiraukan
permintaanku, dan malah tacap gas.
“Put, lo tega banget
sih ?” protesku. “Lo keterlaluan.”
“Terserah lo mau
ngomong apa, kepentingan gue nganterin lo ke bandara, bukan menemui aldo.”
***
Sampai di bandara, setelah melakukan boarding pass dan
kawan-kawan. Aku pamitan sama putra.
“Makasih hari ini udah
nemenin gue. Lo sahabat gue, sahabat yang paling ‘gila’.”
“Jaga diri lo
baik-baik. Jangan sakit-sakit lagi ya.” Ucapnya sambil mengelus kepalaku.
“Lo juga.” Airmata ini
tak tertahan. “Kenapa harus secepat ini ?”
“Kok malah nangis sih ,
udah udah, jangan sedih. Kalau liburan insyaallah aku akan ke riau, kita jalan
sama-sama lagi.”
“Bener ya?”
“Iya , kalau udah
sampai rumah jangan lupa telefon atau sms, biar aku gak khawatir.”
“Iya. Selamat tinggal
put.” Aku beranjak, berjalan menjauhi putra, sungguh berat kakiku ini untuk
melangkah lebih jauh. Aku menoleh ke arah putra dan melambaikan tanganku. Putra
tersenyum dan membalas lambaian tanganku.
Aldo ? apakah dia tau kalau hari ini aku pindah ke riau ?
jawabannya adalah , ya dia tau semuanya. Karena putra.
***
“Ini kado dari Karin
buat lo.” Ternyata putra menyimpan kado itu dan memberikannya pada aldo setelah
mengantarkan aku pulang.
“Karin ?”
“Iya Karin, tadi dia
kesini, bawa kado ini, dia nunggu lo, tapi apa yang dia dapat? Lo lagi berduaan
sama pacar lo itu.”
“Apa ?” aldo terkejut
mendengar perkataan putra.
“Iya , dan lo tau yang
lebih parahnya lagi , dia kesakitan lagi , lo pasti ngerti gara-gara siapa dia
sampai begitu. Dia juga kehujanan disini , waktu gue nolongin dia, dia udah
pingsan , badannya udah dingin banget. Puas lo bikin Karin sebegitu
menderitanya ?” sentak putra pada aldo
“Sumpah , gue gak
ngerti kalau Karin nunggu gue disini.”
“Sayangnya Karin ke lo
itu lebih dari sahabat men, dia cinta lo, cinta mati sama lo. Dan besok Karin
sekeluarga bakal pindah ke riau, dan 1 lagi, gue harap lo gak nemuin Karin. Gue
gak mau lihat Karin nangis lagi. Dan lo tau, Karin berhemat selama 1 bulan buat
bias belikan lo kado itu.”
Aldo
hanya diam, putra pergi meningglakannya sendiri. Menyesali semuanya, itu yang
sekarang melanda aldo.
***
Sebelum
aku masuk ke peswat, aku sempat mengambil handphone di saku celanaku, “one
message from Aldo”. Sms itu bertuliskan.
* Ma’af rin karena aku
tak pernah mengerti , perasaanku terlalu sulit diterjemahkan. Tapi sekarang aku
mengerti , aku cinta kamu… rin ,*
Sedih bercampur
bahagia. sedih karena aku tak mungkin kembali, bahagia karena aldo ternyata
punya rasa yang sama dengan ku. Aku hanya membalasnya
*Tunggu aku do, aku akan
kembali. Aku juga cinta kamu. Sahabatku , I Love You*
To
be continous…
Oleh : PUTRI KARUNIAWATI
Desember, 05 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar